top of page
Search

Paling bagus. Bukan paling banyak.

Writer: jareeyaahjareeyaah

Satu hal penting dalam menuntut ilmu yang sering kali diulang ulang pembahasannya oleh para ulama adalah urgentnya memahami tingkatan belajar dan bersabar serta tidak terburu buru. Apa yang sedikit namun berterusan akan jauh lebih baik daripada yang banyak namun terhenti dan tak berisi.


Syarat mutlak memantapkan diri dalam menuntut ilmu adalah memahami bahwa ilmu butuh waktu yang panjang dalam perjuangan dan kerja keras. Sama halnya ketika kita menghafal, apa yang dihafal dalam waktu singkat akan hilang pula dalam waktu singkat. Apa yang diulang terus menerus dalam waktu yang panjang akan panjang pula waktu bertahannya di dalam akal dan pikiran.


Orang orang Muritania terkenal dengan kuat hafalan dan ilmunya, mereka punya banyak metode jitu dalam menguatkan keilmuan mereka. Akan tetapi jangan bayangkan semua itu didapatkan hanya dalam waktu sebulan dua bulan, mereka butuh bertahun tahun bahkan hanya untuk memutqinkan satu kitab. Bukan karena mereka kurang cerdas, akan tetapi begitulah cara menuntut ilmu yang benar.


Ibarat mendaki gunung, orang orang yang berhasil mendaki gunung Everest misalnya, sudah lebih dulu mendaki gunung gunung lebih rendah seperti gunung Denali, Aconcagua, Cho Oyu, bahkan pada Everest sendiri ada banyak pemberhentian dan tingkatan tingkatan hingga pendaki sampai ke puncaknya.


Begitu pula penuntut ilmu, tak kan berhasil sampai ke puncak kalau langsung belajar kitab Almughni, langsung membahas Mutun Syatibiyyah, langsung menelaah Kitab Arrisalah. Mana Kitab Umdatul Ahkam, mana Mutun Aljazariyyah, mana Mutun Abi Syu’bah..


“Tapi umur ini pendek, tanggung sekali kalau mempelajari yang dasar dulu, mending langsung yang mencakup semuanya”

Kalau tujuan kita untuk memperbanyak informasi dan terlihat lebih dari yang lain, memang tanggung. Tanggung belajar yang dasar dasar dulu, padahal bisa langsung ke kitab kitab besar. Tanggung memantapkan satu qiroat dulu, mending langsung banyak qiroat. Tapi kalau tujuan kita adalah memantapkan ilmu dan menanamnya dalam dalam di hati kita, tak ada kata tanggung dalam menuntut ilmu. Begitulah para ulama belajar, kemudian mengajar, dan menasehati para pelajar. Satu satu, hingga sampai pada tujuan.


Syeikh Al-‘Ushoimi pernah ditanya, “ wahai Syekh, di umur saya yang telah lanjut ini apakah sebaiknya saya memfokuskan diri pada pemahaman pemahaman dan bacaan bacaan atau apakah saya juga harus menghafalkan alquran dan mutun mutun, karena di umur ini menghafal sudah terasa lebih sulit” Syekh menjawab yang pada intinya bahwa setiap penuntut ilmu baik tua maupun muda adalah penuntut ilmu dan qaidah mutlak dalam belajar adalah mengumpulkan dua hal, hafalan dan pemahaman. Mau dimulai di umur berapapun, kalau memang serius mau menuntut ilmu maka kumpulkan dua hal tadi.


Jangan jadikan menuntut ilmu sekedar tren dan keren kerenan apalagi di zaman media sosial seperti sekarang, jangan membuat kita terbuai dalam perlombaan yang tak tentu arahnya. Fastabiqul khoirot lah dalam berusaha memperberat timbangan di akhirat kelak, bukan berlomba lomba ingin mengumpulkan ini dan itu hanya untuk pujian pujian manusia. Si fulanah sudah hafal ini dan itu, si fulanah sudah punya sanad ini dan itu, bahkan hanya dalam kurun waktu beberapa bulan saja, lalu kita futur karena stuck di situ situ saja. Ingat, kemampuan setiap orang berbeda beda, dan yang paling tau tentang kemampuan itu, adalah diri kita sendiri setelah Rabb yang menciptakan kita.


Tidak ada kata stuck di dalam menuntut ilmu, tidak ada kata tanggung dalam menuntut ilmu, selama metode kita benar, kemudian niat kita tulus dan ikhlas, dan kita terus berjalan walau tertatih, itu semua akan dibayar pahala oleh Allah, kita mungkin tidak mendapati pujian pujian seperti yang si fulanah dapatkan, tidak mendapati kehormatan dan tingginya kedudukan di antara manusia seperti si fulanah, akan tetapi apa peduli kita ? Bukankah yang kita harapkan keridhoan dari Rabb kita, agar jalan menuntut ilmu yang penuh liku ini dapat segera mengantarkan kita ke surga-Nya.


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :


{ ليبلوكم أيكم أحسن عملا }


{ untuk menguji kalian siapakah dari kalian yang paling bagus amalannya }


Paling bagus.

Bukan paling banyak.

Perlombaan ini bukanlah perlombaan siapa yang paling banyak, siapa yang paling cepat, siapa yang paling pintar. Akan tetapi siapa yang paling ikhlas dan benar niatnya.

Dari banyak amalan kita, manakah yang benar niatnya karna Allah ? Adakah di antara kelas kelas yang kita hadiri itu yang niatnya benar benar mengharapkan ridho Allah semata ? Atau bahkan tak ada sama sekali ?



Madinah,

28 Dzulhijjah 1442 H

 
 
 

Recent Posts

See All

Sebelum Maut Menjemput…

Bismillaah.. Hari ini, sepulang kuliah, hati saya berdebar tak karuan, perasaan saya campur aduk, mata saya ingin menangis tapi entahlah,...

Membuang, Berkorban, dan Meminta.

Mengapa kita sering sekali merasa sulit merutinkan sesuatu ? Apalagi setelah tak punya suatu kegiatan yang mengikat, self learning jadi...

Comments


Post: Blog2_Post
  • Facebook
  • Twitter
  • LinkedIn

©2021 by jareeyaah. Proudly created with Wix.com

bottom of page