Banyak hal terjadi. Begitu saja. Secepat kilat.
Banyak informasi terekam tanpa saring. Masuk berdesakan. Tanpa permisi.
Gosip manusia tak pernah henti. Buat telinga jadi panas sendiri.
Berita apapun ingin dipahami. Melaju pasti, tanpa basa-basi.
Harusnya kita menutup pintu, pada hal-hal yang dirasa tidak perlu.
Bukan semua hal perlu kita cerna, karena bila iya ujungnya bagai serat tanpa guna.
Banyak kemunkaran terjadi, lalu kita menganggap hal biasa terjadi.
Baca baca saja, tanpa sadar sudah hilang sadar diri.
Scrolling scrolling saja, padahal yang terjadi adalah hal haram dengan dosa sangat besar
Harusnya kita malu, sebagai muslim malah menjadikannya bahan olok dan tertawaan, seperti orang – orang.
Alih-alih tegak dan berusaha lebih keras memperjuangkan dakwah Islam, kita hanya duduk santai seakan tak terjadi apa-apa.
Diceritakan orang-orang sholeh terdahulu memerah wajahnya dan mengencang uratnya bila melihat kemunkaran di depan mata.
Jauh sekali dengan mereka yang hidup di zaman milenial.
Api dakwah seakan hilang, karena terbiasa melihat kemunkaran.
Solusinya ?
Tutup pintu untuk semua hal yang dirasa tak berguna.
Untuk agama dan dunia.
Tutup telinga.
Tutup mata.
Tahan jempol dan jari jemari.
Bila dirasa nihil manfaat, tinggalkan.
Bila dirasa nihil faidah, jauhkan.
Katanya, cinta tumbuh karna terbiasa.
Jangan sampai jadi cinta melihat yang munkar.
Kecanduan mendengar wara wiri gosip tanpa mutu.
Atau jangan cinta dan candu dulu, lah.
Melihat kemunkaran tanpa rasa marah pun, bisa berbahaya.
Seakan tak terjadi apa apa pada agama.
Seakan semua baik baik saja.
Padahal fitnah berserakan di mana -mana.
Tapi sayang, dengan santainya masih tak sadar akan kehancuran.
Mulai dengan tidak membiasakan.
Katanya the power of habit itu begitu besar membawa perubahan dalam hidup manusia.
Dalam hal ini, balikkan.
dengan membiasakan tidak terbiasa.
Karena habit mencerna kemunkaran bisa bisa mengantar pada kehancuran.
Kehancuran dakwah islam namun pertama-tama iman dalam dada.
Menganggap enteng maksiat, menganggap biasa dosa.
Ini awal kehancuran.
Hati-hati.
waAllahu a’lam bisshowab.
Indonesia,
21/5/1441 H
Comments