“Alah jangan pencitraan !” “Munafik ah! apa adanya aja, jangan sok baik!” “Gak usah sok alim kalau aslinya bobrok juga!”
Kalimat-kalimat di atas tentu sudah tak asing lagi terdengar di telinga. Entah itu tertuju pada diri sendiri, atau hanya lewat terdengar oleh telinga, atau yang lebih parah ketika kalimat-kalimat tadi keluar dari lidah kita sendiri.
Selama ini, orang-orang menganggap kalimat “pencitraan” itu kalimat yg bermakna negatif. Yang punya arti kurang bagus. Artinya seseorang yang disifati suka pencitraan adalah orang orang yang sok baik, cari muka, atau bahasa kasar anak-anak zaman sekarang, munafik.
Tidak semutlak itu pencitraan punya konotasi buruk. Apalagi kalau konotasi buruk pencitraan itu mengantarkan pada menghalalkan pamer dosa kemana mana. Alasannya, supaya gak pencitraan. Menurutnya lebih baik sama bobrok luar dalam daripada harus baik di luar, jelek di dalam.
Bobrok luar dalam = 2 kejelekan Bobrok dalam baik luar = 1 kejelekan
Darimana datangnya 2 kejelekan lebih baik daripada satu kejelekan?
Pencitraan itu gak salah, selama kita tidak menyengajakan keburukan kemudian merasa aman dan pura pura baik supaya aman dari cibiran atau makar manusia. Ini sama seperti orang munafik yang menyembunyikan kekafiran dengan sengaja kemudian menunjukkan keimanan agar darah dan harta mereka aman. Atau ketika pencitraan diartikan sebagai sombong, ingin dilihat orang dan jadi pusat perhatian, ini juga salah.
Tapi mengartikan pencitraan sehingga timbul akibat membolehkan pamer dosa itu tidak benar sama sekali. Manusia memang terkadang lebih sulit berbuat dosa di tengah-tengah orang ramai. Ketika dia sadar akan hal itu, jangan pula mencoba memamerkan dosa yang dilakukannya sendiri dengan dalih biar gak pencitraan. Itu salah besar.
Malah agama dengan jelas melarang kita untuk mencerita ceritakan dosa dan aib masa lalu, artinya kita memang dianjurkan untuk menyimpan dosa-dosa kita, bukan malah mengumbarnya.
Ketika ada yang bilang “Jangan pencitraan! Apa adanya aja!” Itu makar syaithon supaya kejelekan merajalela kemana mana. Semua orang pasti punya dosa, apalagi kalau dia sudah berkholwat dengan diri sendiri, macam macam yg bisa dia lakukan. Bahkan para alim ulama pun punya dosa, apabila koidah jangan pencitraan ini diterapkan pada mereka, kepada siapa lagi manusia akan beruswah???
Tak ada salahnya ingin terlihat baik, itu lebih baik daripada ingin terlihat buruk. Setidaknya ketika kita terlihat baik di mata manusia, mereka bisa jadi pundi2 pahala buat kita ketika mereka meniru kebaikan kita. Daripada pamer kejelekan yang kemudian akan mengantarkan kita ke jurang kehancuran abadi ketika mereka melakukan keburukan yg kita lakukan.
Jadi kalau ada yang bilang “Jangan pencitraan” “Jangan sok alim” Senyumin aja sembari mendoakan kebaikan untuk bersama.
Madinah Al-Munawwarah
17 Dzulhijjah1439 H
Comments