Manusia itu hidup untuk mati. Tapi, seakan bakal hidup selamanya.
Berbuat sekena hati, seakan dunia kekal abadi.
Lupa, kalau hidup untuk mati. Lupa, kalau malaikat tak kenal permisi.
Padahal telah melihat banyak bukti,
Melihat banyak pemuda mati mendahului.
Hidup itu sederhana, sederhana sekali.
Manusia yang kadang membuatnya rumit, dengan berbagai ilusi.
Selalu saja memperbanyak angan dan mimpi, cita cita tanpa aksi.
Ingin surga, tapi duduk goyang kaki setiap hari.
Hidup itu untuk mati, kawan.
Selalu ingat kalau kita hidup untuk dibalas perbuatannya.
Kita hidup untuk dilihat,
Pantaskah kita dapatkan surga?
Sedih bukan kepalang yang ada, bila timbangan kebaikan kita ringan tak berisi.
Habis oleh dendam dan kebencian, ghibah sana sini, maksiat tanpa henti.
‘Ah, mulai sekarang harus berubah’ begitu ucap diri, hampir setiap hari.
Namun tiap hari pula, dia khianati janji.
Kembali lagi, pada dosa semisal, pada kesalahan serupa.
Iri hati lagi, ghibah sana sini lagi, menyangka bahwa istighfar menjamin semua dosa terampuni.
Allah memang, Maha Pengampun. Namun jangan lupa, kalau Dia juga yang paling berat azab dan hukuman-Nya.
Diri manusia memang begitu, suka khianati janji yang tlah terpatri.
Solusinya bukan mengeluh tak henti bahwa dosa tak kan bisa dihindari.
Coba jujur pada sendiri, setelah tentunya jujur pada Rabb Yang Maha menyayangi.
Coba tangisi dosa dosa, menyesal sejadi-jadinya, jangan lupa, ingat lagi bahwa kita hidup untuk mati.
Kommentare