Menuntut Ilmu adalah nikmat besar yang dapat diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya. Bagaimana tidak, saat orang lain diwarisi harta oleh ayahnya, diwarisi kekayaan oleh orang tuanya, para penuntut ilmu dijadikan Allah sebagai pewaris para Anbiya’. Ilmu juga adalah alamat bahwa Allah menginginkan kebaikan untuk seorang hamba, kita semua tentu menginginkan kebaikan, menjadikan predikat diinginkan kebaikan oleh Allah tentu akan membuat siapapun mendamba.
Kamu melihat banyak orang sukses dalam hartanya. Umur 20 tahun sudah punya rumah sebesar lapangan bola. Masih muda sudah bisa ke luar negri tanpa berpikir uang yang tak seberapa. Tamat kuliah sudah duduk manis di perusahaan dengan gaji tanpa batas. Lalu kamu menuntut ilmu bertahun-tahun, enam tahun pondok ( misalnya ) ditambah empat tahun kuliah, berbelas-belas tahun menuntut ilmu agama, membandingkan dirimu dengan mereka, untuk dapat menghidupi keluarga sehari-hari saja, kamu sudah sangat bersyukur.
Buka mata, buka hati. Sebagaimana kata orang, kamu harus mulai merubah pola pikir dan cara pandang. Rubahlah cara pandangmu tentang dunia. Rubahlah kagummu terhadap gemerlapnya dunia menjadi gelapnya kefanaan. Sadarlah bahwa keabadian yang bahagia tidak mungkin didapat dengan keindahan di awalnya. Bukalah mata bahwa yang kamu lihat dari harta dan kekayaan, semuanya milik Allah dan bisa diambil-Nya walau hanya sekejap mata. Ingatlah kisah Qarun saat keluar kepada kaumnya, berjalan dengan congkak memamerkan kekayaan bak sultan yang tak akan pernah jatuh kerajaannya. Lupa bahwa Allah adalah Raja dari semua raja. Lalu Allah ceritakan pada kita dua golongan manusia yang menyaksikan kemewahan duniawi itu, memberikan kepada kita pilihan, mau jadi seperti yang manakah kita, yang memandang kekayaan itu dengan muka ingin, rakus, dan tamak ? Atau yang memandangnya sebelah mata dengan keyakinan bahwa ilmu dan amal sholeh lebih baik dari itu semua ?
Wahai Para Penuntut ilmu, banyak-banyaklah bersyukur, bila mendalami ilmu itu hukumnya fardhu kifayah, bersyukurlah bahwa Allah telah angkat dosa seluruh ummat dan memilihmu sebagai pahlawannya, membuatmu mengemban amanah dari Rabb Semesta Alam, nikmat mana lagi yang kamu dustakan ???
Maka bila kita sudah sadar hal ini, mulailah kita meniti jalan yang kemuliaannya tak akan pernah habis. Meninggalkan kenikmatan huru-hara masa muda ataupun tua menuju tentramnya berkholwat dengan buku dan pena. Merasakan kenikmatan melangkah pasti dalam dunia yang penuh syubhat dan kepalsuan. Merasakan kenikmatan memiliki tujuan dalam hidup di saat orang lain linglung menentukan jati diri dan tujuan akhir kehidupannya.
Yang akan saya bahas di sini, adalah buah dari keresahan pribadi yang berkepanjangan, keresahan rekan – rekan dan orang – orang yang bahkan baru saya kenal, mengeluhkan hal yang sama sebagai ‘kita’ yang mencoba meniti jalannya para ulama.
Empat Ta’ di dalam menuntut ilmu.
Sebagaimana judulnya..Tulisan ini ( intinya ) disadur dari salah satu ceramah Syekh Amir Bahjat hafizhohullah ta’ala..
Bagaimana seorang penuntut ilmu mendapatkan hasil yang baik dari belajarnya.
Banyak dari kita yang belajar bertahun-tahun, menuntut ilmu bertahun-tahun, namun saat keluar dan lulus merasa tidak membawa apa-apa. Kita lulus sebagai mutsaqqof ( berwawasan ) tapi tidak benar benar mutqin dalam apa yang kita wawas-i.
Ketika kita ditanya tentang sesuatu, yang ada di benak kita “ Rasanya saya pernah baca, tetapi lupa di mana” “Rasanya saya pernah belajar dulu tapi saya saat itu belum benar-benar paham” “Rasanya saya pernah dengar tapi saya tidak yakin apa jawabannya”
Sedih, bukan? Menghabiskan waktu bertahun-tahun tapi menyimpan banyak “rasanya” dan “rasanya” di setiap permasalahan.
Tentunya sebelum saya membahas empat ta’ di dalam menuntut ilmu ini, kita harus selalu ingat bahwa apapun itu, semua adalah taufiq dari Allah semata. Allah lah yang membantu kita, memudahkan kita dan membukakan jalan untuk kita dalam menuntut ilmu.
Namun bukan berarti kita tidak berusaha setelah tau semua adalah taufiq dari Allah. Karena Allah tidak akan merubah suatu kaum sebelum kaum itu merubah diri mereka sendiri.
Semoga saja tulisan ini dapat membantu ikhtiar kita, memaksimalkan usaha dan hasil dalam perjalanan kita menuntut ilmu.
Ta’ yang pertama :Tafarrugh
Tafarrugh adalah menyerahkan seluruh waktu atau sebagian waktu kita benar – benar untuk ilmu. Kita mungkin seringkali mendengar, mereka yang bisa menamatkan menghafal satu kitab dalam beberapa jam saja, ataupun para ulama yang dapat menulis kitab dalam safar mereka menempuh perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lainnya, ataupun mereka yang dapat membaca berlembar-lembar sebelum mereka tidur. Di sisi lain, banyak dari kita yang sudah duduk seharian menghafal dari subuh sampai terbenam matahari, cuma bisa hafal satu halaman, itupun tidak lancar. Atau berusaha membaca buku 10 halaman sehari, di halaman pertama sudah tumbang di atas bantal menikmati pelukan guling dibalik selimut tebal.
Apa permasalahannya ?
Permasalahannya adalah tafarrugh tadi. Mereka yang dapat mencapai banyak hal dalam waktu yang singkat, punya fokus dan pengorbanan luar biasa ( kembalikan dulu ke qoidah awal kalau semua adalah taufiq dari Allah ). Mereka menyerahkan seluruh jiwa dan raga mereka pada apa yang mereka hafal, pada apa yang mereka baca, pada apa yang mereka tulis. Mereka memberikan seluruh jiwa dan raga mereka pada apa yang sedang mereka kerjakan. Di tempat dan zaman yang lain, para penuntut ilmu disibukkan pikiran mereka dengan bunyi notifikasi whatsapp yang tak kunjung henti, disibukkan dengan berapa like yang mereka dapatkan di postingan instagram mereka, disibukkan dengan video youtube apa lagi yang harus mereka lihat, atau disibukkan dengan konklusi dan upaya pemecahan rumus tanpa dasar dari gosip dan permasalahan tetangga sebelah.
Wahai para penuntut ilmu, bila bisa menjauhkan diri dari dunia, menjauhlah. Menyepilah sendirian dengan ilmu, tidak usahlah ikuti berita viral-viralan di sosial media. Bila para ulama bisa menghafalkan banyak kitab luar kepala, itu karena mereka memberikan seluruh hati mereka untuk ilmu. Mengosongkan pikiran mereka untuk diisi dengan ilmu. Bukankah mereka bilang bahwa ilmu tidak akan memberikanmu seluruh dirinya kalau kamu tidak memberikan seluruh dirimu ? Ilmu didapat setelah kamu berjuang, meninggalkan keluarga dan kampung halaman, meninggalkan obrolan dan gelak tawa tanpa tujuan, meninggalkan segala jenis kumpul-kumpul dan tongkrongan, menjauhi segala hiruk-pikuk dunia dan segala fitnah di dalamnya.
Jadi mulai sekarang, lihat dan evaluasi lagi gaya hidupmu. Buang dulu apa – apa yang dirasa mengganggu konsenmu dalam belajar. Jauhi dulu segala apa yang mengganggu. Kamu tidak akan rugi apa – apa, kamu tidak akan ketinggalan berita apa – apa. Tenang saja, bila berat, paling hanya sebulan dua bulan, setelah itu kamu sudah malas dan lupa, keasikan berkecimpung dalam buku dan catatan.
2. Ta’ yang kedua : TARKIZ
Tarkiz adalah fokus. Tarkiz adalah mengecilkan jumlah apa yang dipelajari dan dihafal kemudian memperbanyak tikror atau pengulangan. Tarkiz adalah mementingkan kualitas daripada kuantitas. Tarkiz adalah tidak melihat berapa banyak yang dihafal dan dipelajari namun melihat seberapa mutqin dan kokoh apa yang diserap oleh hati.
Bila ingin menghafal alquran misalnya, atau menghafal matn dan hadits, ambilah jumlah tersedikit yang tidak membebankan, kemudian perbanyak mengulangnya dalam sehari. Banyak di sini bukan 10 atau 20 kali. Banyak di sini adalah 100-200 kali. Banyak sekali ya ? Iya, karena kita ingin ilmu yang kita bawa sampai mati, bukan ilmu yang cuma lancar hari ini.
Orang-orang syanaqitoh ( Muritania ) banyak sekali yang hafal bermacam-macam jenis ilmu walau mereka tidak punya gelar apapun. Hafal dan paham sampai kalau kita bertanya dalam kondisi apapun, mereka akan menjawab. Mungkin mereka hanya hafal satu kitab ( misal : Alfiyah ) tapi mereka hafal dengan kualitas, bila ditanya mereka tau menjawab apa. Bukan hanya mengabarkan “saya hafal” tapi bila ditanya tidak tau apa-apa. Teman saya orang Muritania bilang, dari dulu orangtua mereka belajar di mesjid – mesjid, membahas satu kitab sampai selesai, kemudian paham, hafal, dan mutqin sekali ilmunya.
Apa gunanya belajar banyak kitab lalu keluar seperti tak membawa dan paham apa-apa ? Bukankah kita menginginkan ilmu yang kita bawa di dada kita, bukan yang hanya kita simpan di buku catatan kita? Bila iya, sedikitkanlah apa yang kamu hafal dan pelajari setiap harinya, jangan termakan api semangat di awal kemudian padam di pertengahan, pelan-pelan saja, tetapi perbanyak mengulang dan mengulang, perbanyak mengulang hafalan, perbanyak mengulang membaca syarh yang sama. Selain itu membuat ilmu lebih kuat dan mutqin, itu juga lebih mudah daripada memahami banyak hal dalam sehari, kan ??
3. Ta’ yang ketiga : TA’AWUN
Ta’awun artinya saling tolong menolong. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
{ و تعاونوا على البر و التقوى }
{ dan saling tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketaqwaan }
Allah memerintahkan kita untuk saling tolong menolong dalam kebaikan. Maka dalam menuntut ilmu perintah itu menjadi lebih mulia, karena menuntut ilmu adalah sebaik-baiknya kebaikan.
Saling tolong-menolonglah. Jangan mau pintar sendiri, karena menuntut ilmu bukan tentang siapa yang paling hebat dan pintar, akan tetapi siapa yang dengan ilmu itu bisa jadi lebih bertaqwa, bisa lebih dicintai dan diridhoi Allah.
Carilah lingkungan yang baik, yang mendukung dan menyemangati. Carilah teman yang kita bisa selalu mudzakaroh dan bicara ilmu dengannya. Carilah teman yang kalau kita nongkrong kita pulang dengan ilmu dan iman yang bertambah. Bukan teman yang kalau ngumpul kita pulang dengan banyak informasi tentang diskon dan produk baru yang sedang kekinian. Seperti yang dikatakan para ulama : ‘Menghafal dua baris itu lebih baik daripada mempelajari dua kumpulan buku buku, dan belajarnya dua orang bersama lebih baik daripada belajar sendirian”
Tolong menolonglah dalam segala hal. Bila yang satu sedang futur, yang satu menyemangati. Bila yang satu tidak paham, yang satu memahamkan. Bila yang satu sedang kesulitan, yang satu mendoakan dalam diam. Ah, indahnya persahabatan semacam ini.
Cobalah khususkan waktu mungkin sekali dalam sebulan atau lebih sering untuk berkumpul bersama mereka. Bawa buku. Bahas apapun yang sudah dipelajari di sekolah/kuliah/dauroh bersama mereka. Kemukakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bertemu jawabannya. Kemukakan permasalahan-permasalahan yang tidak diketahui hukumnya. Mungkin temanmu tau apa yang kamu tidak tau. Mungkin mereka paham apa yang kamu tidak paham. Mungkin temanmu punya semangat yang kamu tidak punya.
4. Ta’ yang keempat ; TAWASHUL
Tawashul maksudnya selalu berhubungan dengan guru dan orang-orang yang lebih berilmu. Jangan belajar sendirian tanpa tahu kesalahan. Jangan berguru dari buku saja, ada mereka yang lebih berilmu yang dapat meluruskan kesalahan yang tidak kita sadari bahwasanya itu salah.
Bertanya, jangan malu dan takut. Selagi niat kita benar karena Allah, bukan karena ingin mengadu dan menguji ilmu sang guru, bertanyalah karena kita diperintahkan oleh Allah untuk bertanya pada mereka yang lebih berilmu.
Kunjungi dan tanyakan kabar mereka, doakan mereka, jangan lupakan jasa mereka.
Kemudian hendaknya sebelum menuntut ilmu dan bermusyawarah dengan para ulama, kita memperhatikan beberapa hal berikut : 1. Guru tersebut punya ilmu tentang apa yang kita musyawarahkan dengannya
2. Guru tersebut punya pengalaman dalam mengajar.
3. Guru tersebut paham akan kondisi dan kemampuan kita sehingga dia tidak membebani kita dengan apa yang kita tidak mampu atau sebaliknya.
Tanyakan kepada guru tersebut apa kitab yang bagus untuk kamu baca, untuk kamu pelajari. Syarh mana yang bagus kamu dalami. Matn apa yang bagus untuk kamu hafalkan. Terkadang kita tidak tau apa yang baik untuk kita kemudian mengawalkan apa yang seharusnya diakhirkan dan sebaliknya.
Itu adalah empat Ta’ yang perlu diperhatikan di dalam menuntut ilmu. Semoga saja empat hal ini dapat kita amalkan dan bermanfaat sehingga kita dapat benar-benar merasakan manfaat dari ilmu yang kita pelajari. Ingat, selalu ikhlaskan niat. Setiap detiknya perbarui dan perbarui niat kita. Jangan sampai lelah kita tak berbuah. Jangan sampai letih malah berhujung pada celaka dan rintih sesal di hari kiamat.
Kemudian bersabarlah dalam menuntut ilmu, jangan baru sebulan dua bulan belajar kemudian sudah ingin bisa berfatwa dan mengajar. Pelan-pelan, kita tidak diburu apapun. Mantapkan dulu, lancarkan dulu, nikmati dulu, jangan terburu buru.
Adapun penulis, maka masih sangat jauh untuk dapat dikatakan sebagai seorang penuntut ilmu. Harapannya dengan tulisan ini dapat memicu semangat diri sendiri untuk lebih bersungguh-sungguh dan serius lagi. Kemudian yang membaca pun, begitu..Semoga…Amiin..
Seperti yang saya sampaikan tadi, tulisan ini ( intinya ) saya sadur dari muhadhoroh yang disampaikan oleh Syekh Amir Bahjat hafizhohullahu ta’ala. Maka untuk faedah yang lebih banyak lagi, saya akan sertakan link muhadhoroh beliau untuk didengarkan dan diambil manfaat darinya:
waAllahu a’lam bisshowab
Madinah Al-Munawwarah
18 Dzulhijjah 1441 H
留言